Cerita
ini inspire banget. Gue dapet dari salah satu notes friends gue
di facebook, dan dia juga dapet dari orang lain. Ceritanya bagus banget buat
dibaca dan banyak hal yang bisa diambil untuk jadi pelajaran..
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
A love story to open 'just a little of' your eye..
Suami
saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya
menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar
dibahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam
masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan
saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.
Saya
seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan
halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang
menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh
berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya
dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami, telah
mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu
hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya
menginginkan perceraian.
"Mengapa?", dia
bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan."
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan."
Dia
terdiam dan termenung sepanjang malam didepan komputernya, tampak seolah-olah
sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan saya semakin bertambah,
seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang
bisa saya harapkan darinya?
Dan
akhirnya dia bertanya,
"Apa
yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?"
Saya
menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
"Saya
punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di "dalam" hati
saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga
indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung
itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"
Dia
termenung dan akhirnya berkata,
"Saya
akan memberikan jawabannya besok."
Hati
saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di
rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya di bawah
sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan..
"Sayang,
saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk
menjelaskan alasannya." Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya.
Saya
melanjutkan untuk membacanya.
"Kamu
bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC dan akhirnya
menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa
membantumu dan memperbaiki programnya."
"Kamu
selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus
memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu
ketika pulang."
"Kamu
suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang
kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya
untuk mengarahkanmu."
"Kamu
selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baikmu' datang setiap bulannya, dan saya
harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal itu."
"Kamu
senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan
harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan
lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."
"Kamu
selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan
matamu, saya harus menjaga mata saya agak ketika kita tua nanti saya masih
dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."
"Tanganku
akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi
dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar seperti
cantiknya wajahmu."
"Tetapi
sayangku, saya tidak akan mengambilkan bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak
sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."
"Sayangku,
saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya
mencintaimu."
"Untuk
itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak
cukup bagimu, aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki dan mata
lain yang dapat membahagiakanmu."
Air
mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi
saya tetap berusaha untuk membacanya.
"Dan
sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas
dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini,
tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu
jawabanmu."
"Jika
kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku,
dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau
bahagia."
Saya
segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah
penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh,
kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia
mencintaiku.
Itulah
cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati
kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita
inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud yang lain yang
tidak pernah bisa kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali
yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan
mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud
"bunga".